Bahasa Musnah pun Ada Kamusnya
London | Wednesday, 15/06/2011 03:00 WIB | Oleh: Endang Suherman
Sebuah kamus bahasa kuno Mesopotamia yang sudah punah telah diselesaikan setelah 90 tahun waktu pekerjaannya.
Dialek Asuriah dan Babilonia - yang secara bersama disebut Akadia - sudah tidak pernah dipakai lagi selama 2.000 tahun terakhir.
"Ini momen yang sangat berarti dalam sejarah," kata Dr Irving Finkel dari Departemen Timur Tengah British Museum, yang tampak sangat gembira menyambut berita ini, sebagaimana dikutip BBC, Selasa (14/6).
Sebagai anak muda di tahun 70-an, Dr Finkel mengabdikan tiga tahun hidupnya ikut dalam the Chicago Assyrian Dictionary Project, proyek pembuatan kamus Asuriah ini, yang bermarkas di Institut Kajian Ketimuran di Universitas Chicago, Amerika Serikat.
Hampir 90 ahli dari seluruh dunia ikut serta dalam proyek itu. Mereka dengan sangat rinci mencatat, mempelajari dan memuat semua rujukan kerja mereka yang terdiri dari hampir dua juta lembar artefak prasasti.
Kamus Asuriah Chicago terdiri atas 21 volume. Setiap volume membahas kata-kata dari satu huruf abjad Latin dan setiap kata dilengkapi dengan rujukan ekstensif hingga sumber kata tersebut.
Kedengarannya seperti kerja yang sangat besar untuk membuat kamus bahasa yang tidak digunakan lagi.
"Kerjanya sangat telaten dan seperti jendela untuk melihat ke sebuah momen dari ribuan tahun lalu," kata Profesor Matthew W Stolper dari Institut Oriental Universitas
Kamus ini dibuat dengan cara mempelajari semua tulisan di tablet dari tanah liat dan dari batu yang ditemukan di kawasan kuno Mesopotamia, yang diperkirakan terletak di antara Irak, Suriah, Turki dan Iran, di antara sungai Tigris dan Efrat.
Mereka harus memeriksa dan mempelajari berbagai teks dari jangka waktu 2.500 tahun dengan beragam topik dari dokumen sains, pengobatan dan hukum sampai surat cinta, kisah sastra dan pesan-pesan untuk dewa.
"Ini sangat menakjubkan," kata Dr Finkel.
"Kita bisa membaca kata-kata kuno dari para penyair, filsuf, ahli sulap dan astronom dari masa itu, seakan-akan mereka menulis kepada kita dalam bahasa Inggris," ungkapnya.
"Ketika para arkeolog memulai ekskavasi di Irak tahun 1850 mereka menemukan banyak prasasti di bawah tanah dan di dinding berbagai istana, tetapi tidak ada satu orang pun yang bisa membacanya," tambahnya.
Di abad ke-19 semakin banyak peneliti yang mempelajari prasasti dari Mesopotamia untuk mencari petunjuk dan bukti-bukti sebagian kisah di Injil. [end]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar