Jumat, 10 Juni 2011

Galangan Kapal VOC dan Misteri Kota Ratusan Tahun di Jakarta

Galangan Kapal VOC dan Misteri Kota Ratusan Tahun di Jakarta

Azis Turindra |

Jakarta - Penjajahan Belanda yang berlangsung selama tiga setengah abad pasti menyisakan banyak jejak di tanah air, termasuk kisah VOC. Negeri ini memang diminati karena letaknya yang strategis bagi jalur perdagangan laut sejak dulu. Tak heran Belanda pun masuk ke negeri ini juga dengan menguasai dan memonopoli perdagangan dan mendirikan VOC (Verenidge Oost Indische Compagnie) yang merupakan persekutuan dagang.

Bahkan pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan ramai yang selalu menjadi ajang perebutan, hingga akhirnya Belanda bisa menguasai guna memperlancar bersandarnya kapal-kapal dagang mereka. Tak hanya itu mereka juga sempat menciptakan galangan kapal yang hingga sekarang masih ada dan menjadi warisan bersejarah, termasuk bangunan tua tempat mereka beristirahat dan juga arena pasar ikan zaman dulu sebagai bagian dari denyut nadi pelabuhan tempo dulu.

Memang mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan wisata kota tua membuat ingatan sejarah semakin menarik, terlebih sekarang banyak komunitas yang melestarikan wisata sejarah ini. Sejuta makna terkandung pada setiap bangunan di kawasan ini. Salah satunya Gedong Galangan Kapal VOC di Pasar Ikan, Jakarta Utara. Bangunan ini didirikan tahun 1628. Ketika itu, VOC menjadikan tempat ini sebagai galangan kapal-kapal kecil dengan pekerja orang-orang pribumi. Selain membuat kapal kecil, bangunan ini juga menjadi tempat perbaikan/dok bagi kapal-kapal besar yang mengangkut rempah-rempah.

Gedong galangan kapal yang dibangun di atas lahan seluas 2.000 meter persegi ini menjadi bagian yang tak perpisahkan dari dua bangunan lainnya, yakni Museum Bahari (dulu gudang rempah-rempah) dan Menara Syahbandar (dulu berfungsi sebagai navigasi kapal-kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa). Konon, dulu ada lorong-lorong rahasia yang menghubungkan tiga bangunan ini. “Entah apa fungsinya, tetapi kata orang-orang zaman dulu di sini ada lorong yang menghubungkan antartiga tempat itu. Mengenai kebenaran itu kita belum membuktikannya,” kata Maskum, pemerhati Bangunan Tua seperti dilansir dalam berbagai blog.

Di kawasan ini dulu juga ada Pasar Ikan yang menjadi pusat perdagangan utama di Asia. Bahkan ada yang menyebutkan hampir selama dua abad, wilayah ini merupakan urat nadi suatu jaringan niaga, yang terbentang dari Pulau Decima di Nagasaki (Japan) sampai Cape Town (Afrika Selatan) dan dari Ternate sampai Bandar Surat di pantai Teluk Arab.

Galangan Kapal VOC merupakan salah satu unsur pendukung yang amat penting bagi jaringan niaga sedunia, yang berlangsung dengan memakai kapal-kapal layar. Kapal-kapal berukuran besar dan kecil ini bongkar muat di galangan itu. Dan berlayar mengarungi lautan Pasifik, Hindia serta Atlantik dan singgah di berbagai pelabuhan antara lain juga Amsterdam dan Nagasaki, antara Hormuz (Pesia) dan Pulau Banda.

Dulu luas arealnya jauh lebih luas, meski sekarang tinggal berkisar 2.000 meter persegi. Usia galangan kapal yang dulu dibangun di atas tanah urukan ini lebih tua dari Museum Bahari. Bahkan ketika galangan kapal ini beroperasi, di tempat berdirinya museum dulunya masih berupa rawa-rawa dan empang.

Galangan kapal VOC ini merupakan tempat untuk memperbaiki kapal-kapal besar yang berbulan-bulan lamanya berlayar tetapi juga untuk membuat kapal-kapal kecil. Berbagai golongan bekerja di galangan ini seperti pegawai administrasi dan pembukuan, serta pembuat peta, kompas dan jam pasir menjadi bagian yang menyemarakkan, yang juga berasal dari para pekerja pribumi, meski sang tuan tetaplah meneer Belanda.

Mereka bekerja dan sebagian tinggal di gedung utama bersama dengan pejabat tertinggi di kompleks galangan itu, yakni equipagemeester atau commandeur. Lalu ada tukang kayu yang khusus membuat dan memperbaiki kapal serta tukang-tukang lain, diantaranya para budak belian. Mereka dipaksa bekerja keras, diberi makanan jelek, dianiaya dan dihukum berat karena kesalahan atau masalah sepele.

Gedung galangan kapal yang berlantai dua itu kini tak lebih dari sebuah tempat bersejarah dan bangunan tua. Untuk melestarikan gedung bersejarah ini, konon dikelola oleh perusahaan swasta dan sempat direnovasi pada tahun 1997 sampai 1999. Meski dibangun pada zaman keemasan pemerintahan Hindia Belanda, namun bangunan ini menerapkan perpaduan arsitektur China dan Eropa. Hal ini bisa terlihat dengan sejumlah struktur bangunan dan ornamen yang masih asli sejak 4 abad silam. Misalnya, tembok pembatas antar bangunan yang tidak diplester, konstruksi pada bangunan di bagian belakang yang berciri khas Eropa masih dipelihara meski sudah pernah terbakar, dan pemakaian bahan dasar kayu pada beberapa bagian yang merupakan ciri khas budaya China juga masih dipertahankan.

Selain itu, struktur asli pada bagian jendela, pintu, lantai, dan hiasan dinding lainnya masih dipertahankan keasliannya. Bahkan hingga kini jendela, daun pintu, lantai kayu, serta pilar bangunan yang didominasi dari bahan kayu itu masih mulus. “Pemilik pernah melakukan renovasi pada bagian bangunan yang rapuh atau rusak. Tapi renovasi tetap kita kontrol demi mempertahankan nilai sejarah,” kata salah satu staf di UPT Kota Tua.

Perpaduan gaya arsitektur pada Gedong Galangan Kapal ini merupakan cikal bakal lahirnya kebudayaan Betawi yang banyak mengadopsi budaya China dan Eropa. Apalagi, dulu seluruh bangsa dari berbagai etnis melakukan aktivitas perdagangan di kawasan ini, seperti China, Afrika, Arab, India, dan Eropa.

Meski beberapa bangunan ini beralih fungsi menjadi restoran, namun tetap menyajikan menu Eropa, China, dan Betawi, seperti panggang peking tiga rasa, roti kulit bebek, Sop Buntut Si Pitung, Jangkar Kapal, Ayam Syahbandar, dan Ujung Kulon. Sedangkan untuk nama restoran tetap mencerminkan penggunaan “VOC”. Namun bukan Vereenigde Oost Indische Compagnie, melainkan Very Old Cafe.

Selain menjadi rumah makan, tempat ini juga sering dijadikan tempat pertermuan untuk berbagai acara, seperti pernikahan ataupun acara-acara besar lainnya. Ada juga galeri lukisan serta peti emas yang disebut sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga ukurannya 1 M X 1,2 meter.

Di saat-saat libur cukup banyak pelancong dari Belanda yang sekedar untuk mengenang sejarah bangunan yang didirikan oleh leluhurnya. Tak hanya itu, beberapa orang sekitar juga sempat menemukan suasana misteri dari para orang terdahulu dengan pakaian zaman Belanda yang mondar-mandir di kawasan tua ini. Anda tertarik berkunjung ke tempat warisan tua ini? Tak ada salahnya jika dilakukan sembari wisata kuliner dan menikmati sejarah, siapa tahu juga menemukan jejak misteri tempo dulu. (imm/imm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar