Selasa, 21 Juni 2011

Gasing Tengkorak, Media Santet dari Minangkabau

Gasing Tengkorak, Media Santet dari Minangkabau

Azis Turindra |

Jakarta - Gasing umumnya terbuat dari kayu atau bambu, yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan di suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan sebagai sarana santet. Satu diantaranya adalah gasing yang terbuat dari tengkorak manusia yang sudah meninggal, yakni Gasiang Tangkurak atau Gasing Tengkorak dari Minangkabau, Sumatera Barat.
 
Konon Gasiang tangkurak merupakan ilmu sejenis santet di Pulau Jawa. Bentuk Gasiang Tangkurak mirip dengan gasiang seng yang pipih, bedanya Gasiang Tangkurak berbahan tengkorak manusia. Gasiang seperti ini hanya bisa dimainkan oleh dukun, dan orang yang memiliki kemampuan magis.
 
Gasiang ini hanya bisa dibuat oleh orang yang memiliki ilmu kedigdayaan tertentu. Namun di berbagai daerah di sekitar Minangkabau terdapat beberapa perbedaan menyangkut bahan tengkorak yang lazim atau yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuat gasing tangkurak. Ada yang menggunakan tengkorak dari seseorang yang meninggal karena kecelakaan.
 
Bagian tengkorak yang digunakan adalah pada bagian dahi, karena dipercaya pada bagian inilah terletak kekuatan magis manusia yang meninggal. Pada hari mayat dikuburkan, dukun pembuat mendatangi kuburan, menggali kubur dan mayatnya dicuri.
 
Ukuran tengkorak yang diambil tidak terlalu besar, sekira 2X4 cm. Saat mengambil tengkorak mayat, dukun membaca mantra khusus sambil menyebut nama si mayat.
 
Cara memainkan Gasiang tangkurak tak jauh beda dengan gasing biasa, yakni diputar kemudian sang dukun membacakan mantra-mantra untuk mengirimkan teluh kepada orang yang menjadi sasaran. Tak seperti santet pada umumnya, ilmu santet Gasiang Tangkurang tak hanya memberikan rasa sakit, tapi juga rasa gelisah dan melakukan tindakan layaknya orang sakit jiwa.
 
Kabarnya para dukun yang menggunakan Gasiang Tangkurak melakukannya pada malam hari. Bahkan sang dukun dapat memanggil korbannya untuk berjalan kaki menuju sang dukun. Dan di antara isi mantra dukun itu berbunyi, 'jika korban sedang tidur maka ia akan bangun tidur, jika sudah bangun maka selanjutnya akan duduk', kemudian dilanjutkan berjalan menuju si dukun. 
 
Orang Minangkabau menyebut seseorang yang sakit karena gasing tangkurak dengan sebutan Si Jundai. Mereka yang terkena penyakit ini memiliki tingkah layaknya orang yang mengalami sakit jiwa karena akan berteriak-teriak, menarik-narik rambut, bahkan memanjat dinding. Ilmu Gasiang Tangkurak beredar luas dan dikenal oleh masyarakat di Pedesaan Minangkabau.
 
Orang Minangkabau menyebut ilmu ini adalah ilmu hitam karena dijalankan melalui persekutuan dengan jin jahat atau setan. Dari kabar yang beredar, di pedesaan Minangkabau biasanya ilmu ini digunakan untuk membalas dendam. Seseorang datang kepada sang dukun dengan tujuan menyakiti seseorang, kemudian orang tersebut melakukan transaksi dengan sejumlah bayaran. 
 
Ukuran harga yang lazim digunakan berpatokan pada emas, sebagai syarat ritual biasanya dukun meminta emas dalam jumlah tertentu sebagai tanda jadi ritual, namun hal ini bukanlah upah. Tanda ini akan dikembalikan jika sang dukun gagal dalam menjalankan tugasnya. Tetapi jika sang dukun berhasil maka emas yang digunakan sebagai tanda jadi akan diambil, dan pemesan harus menambahnya dengan uang jasa.
 
Selain untuk menyakiti, ada dukun tertentu yang menggunakan gasiang tangkurak untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh hal-hal magis. Yang lainnya, gasiang sering juga dipakai sebagai media untuk mensugesti orang lain menjadi tertarik pada diri kita atau biasa disebut pelet Pitunang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar