Selasa, 14 Juni 2011

Mengenal Upacara Memuliakan Tumbuhan dari Bali

Mengenal Upacara Memuliakan Tumbuhan dari Bali

Azis Turindra |

Bangli - Bali yang dikenal sebagai pulau dewata dikenal sebagai pulau dengan kebudayaan yang beragam. Baru-baru ini di Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali mengadakan upacara adat unik yaitu memuliakan aneka tumbuhan. 
 
Dalam upacara ini seluruh warga desa adat mempersembahkan hidangan yang terdiri dari nasi dilengkapi dengan lauk-pauk yang terbuat dari berbagai daging hewan, dan lengkap dengan sesajen aneka kue termasuk rangkaian janur dan aneka bunga.
 
Menurut Wayan Muhata, Bendesa atau Ketua Adat Pengejaran mengatakan dalam upacara ini nasi yang disajikan tidak boleh kotor dan harus dicuci dengan bersih.
 
"Untuk nasi yang disajikan, syaratnya harus dikukus dari beras yang benar-benar bersih, tidak boleh ada satupun yang masih berupa gabah, apalagi tercampur dengan kotoran lainnya," ujarnya di Bali, Rabu (1/6/2011).
 
Syarat yang lain yang ditetapkan dalam upacara ini selain bersih adalah tidak ada barang yang patah yang disajikan dalam persembahan. "Bila ada yang patah, tidak boleh disertakan sebagai kelengkapan upacara persembahan," terangnya.
 
Setiap menjelang upacara teruta persembahan seluruhnya di cek, sebelum memasak warga diwajibkan memilah-milah beras yang akan dijadikan nasi untuk persembahan berkaitan dengan ritual memuliaan pepohonan.
 
Syarat lainnya adalah beras yang dimasak tidak boleh terlalu matang, atau sebaliknya kementahan atau dengan kata lain, nasi setengah matang (aron). Konon tradisi yang telah ada secara turun- temurun bila tidak dilaksanakan muncul bencana di lahan pertanian di Kecamatan Susut.
 
Kemudian seluruh sajen ditempatkan di sejumlah wadah (bakul) yang siap dipersembahkan ke pura oleh warga yang datang berbaris secara beriringan. "Istilahnya 'Mepeed' atau berjalan beriringan, karena warga tidak boleh datang secara perorangan," kata wayan. 
 
Adapun prosesi 'Mepeed' dibagi menjadi dua gelombang yaitu tempek kauh, yakni warga yang bermukim di barat desa, dan tempek kanginan, warga di timur desa.
 
Ketika ditanya apakah ada sanksi ketika sesajen yang dipersembahkan kotor atau ada yang patah, Bendesa atau Ketua Adat Pengejaran mengatakan bahwa nasi akan dikembalikan ke warga yang memasak, karena dinilai tidak ikhlas dalam melakukan persembahan, tidak sampai disitu ada sanksi adat berupa denda dengan menyerahkan uang kepeng sebanyak 1.800 buah.
 
"Sanksinya memang cukup berat, oleh karenanya harus berhati-hati dalam memasak," pungkasnya.
 
Upacara unik ini dilaksanakan setahun sekali sebagai tanda syukur kepada Tuhan atas limpahan berkah melalui hasil pertanian yang melimpah dan telah dinikmati.
(krt/krt)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar