Kenali Tradisi 'Tedhak Siten' dari Jawa
Azis Turindra |
Solo - Memiliki momongan berupa bayi yang sehat dan pintar merupakan anugerah bagi para orangtua. Anak merupakan titipan Tuhan kepada manusia, dan anak yang diharapkan orangtua tentunya adalah anak yang dapat berbakti kepada mereka berdua.
Dalam tradisi Jawa, ada istilah tedhak siten, sebuah tradisi yang masih dilaksanakan yang merupakan salah satu warisan dari para leluhur sejak dahulu. Tedhak siten berasal dari dua kata, yaitu tedhak dan siten. Tedhak berarti dekat, turun. Siten berasal dari kata dasar ‘siti’ yang berarti tanah dan akhiran ‘an’ yang melengkapi arti kata tanah.
Lalu bagaimana tedhak siten itu sendiri, menurut Sri Windarti seorang penulis yang tinggal di Klaten mengatakan, tradisi ini merupakan tanda atau simbol bahwa si anak pertama kali menginjak atau turun ke tanah. Dalam perkembangan berikutnya istilahnya juga berkembang menjadi 'tradisi turun tanah', jarang yang mengenal 'tedhak siten'. "Istilahnya memperkenalkan anak pada bumi (tanah-red)," katanya.
Tedhak siten dilakukan oleh orangtua ketika bayi berumur tujuhlapan atau 245 hari atau kurang lebih berumur delapan-sembilan bulan. "Tradisi ini merupakan tradisi sarat dengan simbol yang konon mengungkapkan masa depan bayi," ujar wanita lulusan perguruna tinggi di solo ini.
Lebih lanjut Sri Windarti menjelaskan, tedhak siten menggambarkan kelak sang anak tumbuh dewasa akan kuat dan mampu berdiri sendiri sehingga mampu menempuh kehidupan yang penuh tantangan dan harus dihadapinya untuk mencapai cita-cita. "Ya pada intinya dalam tradisi ini ada harapan orangtua terhadap anaknya agar si anak kelak menjadi orang yang berguna bagi keluarga, nusa, bangsa dan agama," pungkasnya. (imm/imm)
Dalam tradisi Jawa, ada istilah tedhak siten, sebuah tradisi yang masih dilaksanakan yang merupakan salah satu warisan dari para leluhur sejak dahulu. Tedhak siten berasal dari dua kata, yaitu tedhak dan siten. Tedhak berarti dekat, turun. Siten berasal dari kata dasar ‘siti’ yang berarti tanah dan akhiran ‘an’ yang melengkapi arti kata tanah.
Lalu bagaimana tedhak siten itu sendiri, menurut Sri Windarti seorang penulis yang tinggal di Klaten mengatakan, tradisi ini merupakan tanda atau simbol bahwa si anak pertama kali menginjak atau turun ke tanah. Dalam perkembangan berikutnya istilahnya juga berkembang menjadi 'tradisi turun tanah', jarang yang mengenal 'tedhak siten'. "Istilahnya memperkenalkan anak pada bumi (tanah-red)," katanya.
Tedhak siten dilakukan oleh orangtua ketika bayi berumur tujuhlapan atau 245 hari atau kurang lebih berumur delapan-sembilan bulan. "Tradisi ini merupakan tradisi sarat dengan simbol yang konon mengungkapkan masa depan bayi," ujar wanita lulusan perguruna tinggi di solo ini.
Lebih lanjut Sri Windarti menjelaskan, tedhak siten menggambarkan kelak sang anak tumbuh dewasa akan kuat dan mampu berdiri sendiri sehingga mampu menempuh kehidupan yang penuh tantangan dan harus dihadapinya untuk mencapai cita-cita. "Ya pada intinya dalam tradisi ini ada harapan orangtua terhadap anaknya agar si anak kelak menjadi orang yang berguna bagi keluarga, nusa, bangsa dan agama," pungkasnya. (imm/imm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar